Rabu, 30 November 2011

Ambalan WISANGGENI Gudep 0473-0474 Pangkalan SMK Negeri 1 Poncol

Ambalan WISANGGENI 

  Wisanggeni berarti bisanya api. berasal dari wisa = bisa dan geni = api. Tak peduli siapapun pasti dibakarnya. Musuh atau sodara, teman atau tetangga, kriteriannya hanya satu, yang dibicarakan adalah kebenaran, dan kebatilan adalah musuhnya.

Kelahiran Wisanggeni dalam jagad pewayangan adalah diluar kehendak dewa. Sebab Wisanggeni adalah manusia edan dalam arti yang sebenarnya. Wong edan ngomong kebenaran bukan pada tempatnya. Wong edan tidak peduli suasana dan siapa yang dihadapi. Wong edan tidak mengenal takut. Dan keedanan Wisanggeni tidak lebih dari ketakutan para dewa akan tuah yang dibawa.
=====
Dalam wiracarita Mahabharata, Wisanggeni adalah anak Arjuna dari Dewi Dresanala. Ia lahir karena Dresanala bersikukuh tidak menggugurkan kandungannya seperti tujuh bidadari yang juga hamil karena sebagai anugerah Dewa kepada Arjuna yang telah membebaskan kahyangan dari raksasa Niwatakawaca karena menginginkan Dewi Supraba.
Pada saat lahirnya, Wisanggeni membuat ontran-ontran di Kahyangan karena hendak dibunuh oleh kakeknya Batara Brama atas perintah Sang Hyang Giri Nata atau Batara Guru karena lahirnya Wisanggeni dianggap menyalahi kodrat. Tapi karena Wisanggeni adalah titisan Sang Hyang Wenang, dia luput dari bala tersebut.
Wisanggeni tumbuh dibesarkan oleh Batara Baruna (Dewa Penguasa Lauatan) dan Hyang Antaboga (Rajanya Ular yang tinggal di dasar bumi), yang menjadikan Wisanggeni punya kemampuan yang luar biasa. Di jagat pewayangan, dia bisa terbang seperti Gatotkaca dan masuk ke bumi seperti Antareja dan hidup di laut seperti Antasena.
Wisanggeni tinggal di Kahyangan Daksinapati bersama ibunya. Dan meninggal menjelang perang Bharatayuddha bersama Antasena atas permintaan Batara Kresna sebagai tumbal untuk kemenangan Pandawa atas perang tersebut.
Karakter Wisanggeni adalah mungkak kromo (tidak menggunakan bahasa kromo ketika bicara dengan siapapun) seperti halnya Bima. Dan dia punya kemampuan Weruh sadurungin winarah (mampu melihat hal yang belum terjadi).
=====
Syahdan lahirlah Bambang Wisanggeni di pertapaan Kendalisada, tempat Resi Mayangkara…
Dia berwajah tampan dan digariskan berwatak sahaja.
Lalu, bagaimanakah isi hati Wisanggeni? yang kelahirannya dituding menyelahi kodrat, sehingga Bethara Brama, sang kakek pun tega hendak mengambil nyawa nya.
Siapakah yang hendak dipersalahkan? Apakah ibu Dresanala? Perempuan dewi yang semata-mata memberi penghargaan tinggi kepada hidup jabang bayi Wisanggeni, sehingga bersikukuh menolak untuk menggugurkan kandungannya. Ataukah Sang Mintaraga atau Arjuna yang menanam benih di rahim ketujuh Dewi Kahyangan sebagai anugerah dari Sang Hyang Manikmaya, karena jasanya membebaskan kahyangan dari Prabu Winatakaca yang menginginkan Dewi Supraba?
Tiada yang berani menghakimi, namun bentuk kesalahan kodrat itulah yang harus dibinasakan, meski akhirnya gagal karena Wisanggengi dalam lindungan Sang Hyang Wenang.
Barangkali luka di hati yang tetap berakar menjadi energi yang menjadikannya satria berkemampuan luar biasa. Di bawah asuhan Sang Hyang Antaboga dan Bethara Baruna, Wisanggeni sanggup terbang layaknya Gatutkaca, ambles bumi seperti Antareja, dan berkubang tenang di lautan menandingi Antasena.
Satria Pandhawa yang mempunyai sifat mungkak kromo atau tidak mau berbahasa halus pada siapapun termasuk pada Sang Bethara Guru ini tiada tandingan dan tiada yang mampu melawan. Seringkali dicap sebagai “wong edan” karena tak mempan senjata apapun di dunia ini. Barangkali karena itulah, kematiannya dikehendaki seluruh dewa-dewa di kahyangan, dimana tekad baja dan semangat kekuatan luar biasanya kelak akan dapat membinasakan Pandhawa yang menang atas Kurawa.
Meski ia termasuk golongan weruh sakdurunge winarah (mampu melihat sebelum terjadi), tetap juga Wisanggeni menjalani takdirnya kemudian: Menjadi tumbal kemenangan Pandhawa. Sang satria Wisanggeni mati di tangan Bala Kurawa dengan legowo.
Entah semiris apa kidung Megatruh yang ditiupkan saat Wisanggeni meregang nyawa, memenuhi permintaan para dewa di kaendran Jonggring Saloka yang dititahkan pada Kresna, sebagai prasyarat kemenangan Pandhawa. Jasadnya moksa sesuai kehendak Sang Hyang Wenang.
Kahyangan Daksinapati tempat Dewi Dresanala mengasuh dan membuai Wisanggeni menangis.. menangis.. meratapi takdir yang pada akhirnya tetap terjadi…
======
Wisanggeni adalah anak dari arjuna dengan dewi dresnala. sejak lahir merupakan simbol perlawanan terhadap kebhatilan. berani menentang keputusan bhatara guru yang terkadang dipengaruhi oleh dewi durga sehingga sering merugikan pandawa. sebelum datangnya wisanggeni yang sering protes ke langit jika pandawa di buat cilaka oleh dewata adalah aki semar.
Setelah wisanggeni lahir maka wisanggenilah yang sering menggebuk para dewa jika mereka melakukan kesalahan dan ketak adilan pada para pandawa. wisanggeni memiliki kewaskitaan yang sama dengan sri kresna. di gagrak wayang banyumas sering yang menyelesaikan masalah anak anak pandawa bukan sri rkesna tapi wisanggeni. disini digambarkan wisanggeni adalah gabungan sipat sipat yang luar biasa, cerdas, mengetahui masa depan, sakti seperti dewa, tapi ngoko dan tak berbahasa halus walo dialeganya halus (disini bedanya wisanggeni dengan antasena, sama sama ngoko tapi dialeg antasena kasar, sementara dialeh wisanggeni halus), dan juga wisanggeni itu pandai berdiplomatik dan tak cepet naik darah, bisa mengikuti strategi yg dibuatnya sehingga sering dijadikan pemimpin oleh anak anak pandawa.
Wisanggeni sangat sakti, bhatara guru saja kalah oleh wisanggeni. dalam cerita kelahiran wisanggeni bhatara guru sampe lari ke dunia karena di kayangan semua dewa di buat babak belur oleh wisanggeni. wisanggeni lahir dan besar seketika di tengah api kawah candradimuka. dan langsung dimomong oleh aki semar badranaya.
Kematianya?nah ini dia. ada yg bilang wisanggeni di masukan alam jin. yang pernah saya liat lakonya adalah. wisanggeni dan antasena di jadikan wiji kembali oleh hyang bhatara wenang. sebagai bentuk wujud bhakti untuk kemenangan pandawa.
======
Pemuda tampan berambut lurus…….
Mengapa kau sembunyikan tampan wajahmu dalam caping besar…?
Mengapa kau sembunyikan gagah tubuhmu dalam kasut lusuh…?)
Wisanggeni ….., begitulah nama yang diberikan Sri Kresna
Dia telah dilahirkan….. Tangis pertamanya mengguntur bergulung – gulung menembus keheningan langit dan gunung
Menghentak ketentraman, mencabut kemapanan jagat seolah tak terbendung
Duh jabang memerah……sungguh tampan tiada terkira…..
Terlahir dari rahim Dewi Dresanala sang Dewi dari Khayangan
Dalam peluk perlindungan Hanoman raja segala kera.
Tidak dalam peluk Ayahanda tercinta, Arjuna putra Pandawa…
Ditiup ubun-ubun dengan mantra sakti Hanoman sebagai pelindung jiwa
Kekuatan mahasakti mana lagikah yang mampu menembus mantra pelindung….?
Mengambil wisanggeni dalam lelap tidur berselimut daun talas
Kemana si Jabang bayi lenyap …..?, dibawa lari cahaya putih dalam sekejap….
Tak terbayang maha kemarahan Hanoman…..
Diatas keluasan samudera…,
Batara Brama dalam gundah gulana……
Betapa berat tugas yang diemban…
Menghilangkan Wisanggeni dari peradaban…
”Duh Batara Guru….., tak mengertikah….,tolakan jiwa yang ada…..?”
”Duh batara Guru……, tak mengertikan…., Wisanggeni adalah cucu dicinta…..?”
Lalu…dengan berkaca kaca….
Dilepas jabang memerah dari atas langit samudera….
”Keluarlah dari peradaban..lenyaplah dari simpangan kodrat…., Biarlah samudera luas menjadi kubur bagimu cucuku…..”
Sungguh..
Sebagai titisan Sang Hyang Wenang…….
Samuderapun seolah menyingkap…., dan batara baruna penguasa semua lautan menangkap….
Wisanggeni tumbuh dalam bimbingan Batara baruna dan Antaboga (raja segala ular)
Pemuda tampan berambut lurus……
Mengapa kau sembunyikan wajah tampanmu dalam caping besar…?
Mengapa kau sembunykan gagah tubuhmu dalam kasut lusuh..?
Dan hari harimu adalah pelarian….., pertempuran….., perlawanan…..diburu dan terus diburu……..
Seperti air yang mengalir tak berhenti…, datang berulang berganti ganti….
Begitu sabda Batara Guru…..
Yang menyalahi kodrat merusak tatanan
yang menyalahi kodrat harus ditiadakan
Betapa lelah………
Duh batara jagat dewata……
Mengapakah aku harus ditiadakan, atas kodrat yang tidak pernah aku pilih…?
Sungguh Wisanggeni tak mengerti. …
Ber Ayah Arjuna manusia, beribu Dewi Darsanala dari Sang Hyang jagat Dewa dewi…
Lantaran Sang Manusia dan Dewi…., tak sepantasnya berlahir Anak.
Pakem yang menyinggung harkat tertinggi kemanusiaan Arjuna….
Justru dibiarkanya Sang Dewi Hamil dan dibawa lari turun ke alam manusia….
Sungguh bukan mau Wisanggeni terlahir menyalahi kodrat…
Sungguh bukan mau Wisanggeni membalik tatanan…
Sungguh tak Mengerti, jika Wisanggeni harus ditiadakan….
Lalu kenapakah Sang batara Guru, menghadirkan Dewi Dresanala dalam sisian hidup Arjuna…?
Apakah karena Arjuna telah mengalahkan Raksasa Niwatakacana yang mengobrak obrik Khayangan karena menginginkan Dewi Supraba..?.
Tapi Mengapakah Hanya boleh Bersanding namun tidak boleh bertalian……
Duh Biyung…….., dalam lelah setiap pertempuranya..
Selalu Wisanggeni tak mengerti…….
Kenapa Putera Arjuna ini selalu diburu…dan diburu oleh para Utusan Dewa.
Sungguh bukankah Dewa adalah pengatur dan pelindung segala….
Siapakah yang membuat kodrat …. dan siapakah yang menyalahi kodrat..?
(Pada Akhir cerita……., Wisanggeni…mati bersama sang Antasena menjadi tumbal untuk kemengan Pandawa dalam perang Bharatayudha…..
Dalam pewayangan Wisanggeni adalah maha kesaktian, bisa terbang laksana Gatotkaca, menembus bumi laksana Antareja, dan hidup di lautan laksana Antasena…..)

Senin, 28 November 2011

SANG PAMOMONG


Sang Pamomong
Miyak Falsafah Kejawen Ketangga
KETANGGA kalebu kejawen deles. Sekawit pancen akeh
sing mbatang, ketangga minangka jeneng laladan sepi
(Alas Ketangga) sing mapan ing wilayah Ngawi, Jawa
Timur. Papan iku pancen cocog kanggo menebake batin,
laku spiritual kejawen.
Mung wae, bareng aku ngrungokake andharane Drs GPH
Dipokusumo, pangageng Parentah Karaton Surakarta
Hadiningrat nalika Sarasehan Nasional Spiritual Jawa,
ing Sasana Mulya Surakarta, ora ngira jebul ketangga
iku unen-unen filosofis-psikologis kejawen kang
dhuwur.
Lire, ketangga iku dumadi saka jarwa dhosok keteging
angga (keteging awak). Ketangga mujudake krenteging
jiwa (cipta, rasa, lan karsa) nalika urip makarti.
Keteging angga kuwi babaring kandha jiwa, sing
blakasuta, ora bisa diapusi. Keteg iki mujudake wohing
olah batin (rasa). Mula, Sinuhun Paku Buwana IV ing
Serat Wulangreh wis dhawuh: “Rasa rasaning punika
upayanen darapon sampurna ugi ing kauripanira.”
Tegese, sajroning urip, manungsa prelu nguwasani rasa.
Rasa, tumrape wong Jawa, ora liya ati, uga batin.
Wong sing bisa ngendhaleni batin ateges “Jawa” tenan.
“Jawa” tegese bisa ngeja hawa (nguja hawa), maca
playune hawa nguwasani batin.
Batin iku mobah-mosik njur nglairake osik. Lamun batin
bisa dikuwasani kanthi pamanthenging pikir, intuisi
bakal muncul. Intuisi kuwi prentule driya kaping nem,
ngluwihi feeling (rasaning ati). Sing alus daya
intuisine adat saben bisa maca glagating jaman lan
kebat srengate wong liya.
Wong mau kanthi lambaran ketangga bisa nguwasani
ngelmu agal-alus. Krenteging angga kasebut bakal dadi
nurani (net). Neting batin iki kang nuntun marang iman
lan pandaya. Kanthi mangkono, kabeh kang ditindakake
manungsa ora bakal selang surup, merga wis sumurup
paraning batin.
Parane batin iku osik. Osik mujudake polahe batin.
Krana osik, batin dadi urip. Urip kang diwuwuhi
ketangga. Menawa manut wejangane Kangjeng Sunan
Kalijaga, polahe batin iku bakal thukul dadi cawang
telu.
Sepisan, batin cacat, iki wujud ketangga kang ora
wening, ora istikamah. Batin ngene iki bakal
mblusukake manungsa tekan tumindak reged utawa kleru
arah (fallacy). Wusana manungsa kesurang-surang,
tansah nandhang kecingkrangan batin salawase, sanajan
urip numpuk bandha donya.
Kapindho, batin kang garing (mati). Tegese batin sing
nistha. Batin kasebut wis dikemonah hawa nepsu. Wong
Jawa ngarani menungsa mau wis mati rasane. Kadhang
kala wong mau wis ora nduwe isin, tanpa kapribaden
Jawa. Uripe mung tansah nglantur.
Katelu, batin urip. Tegese, polahe batin kang resik.
Iki wujude ketangga kang suci, nuntun marang
karahayon.
Wong sing nguwasani polahe batin, keteging angga bakal
murub makantar-kantar mawa cahya lungid. Dheweke nduwe
watak eling lawan waspada. Kang ditengenake wudharing
panembah jati. Panembah bakal nuntun marang kosmogoni
sangkan paraning dumadi. Bab iki prelu disumurupi
kanthi tapis, amarga unen-unen Jawa wis pratela:
“Reretuning jagad tan bisa sinirep limpading budi”.
Tegese, angkara murka kang mumbul saka hawa nepsu
angel ditelukake dening nalar lan bebuden lamun ora
dilambari panembah.
Amrih bisa tekan anggone nyilemi ketangga, jiwa kudu
teguh lan tinarbuka. Cak-cakane laku, ora liya patrap
manekung (semedi, manengku puja). Krana manekung,
batin bakal grayah-grayah. Sumurup ing rasa, munjuk
tekan rasa sejati kawedhar. Batin saya resik, bisa
maneges marang kasunyatan. Najan ngonoa, manungsa
tetep pasrah. Jer unen-unen Jawa wis nyethakake:
“Kridhane ati ora bisa mbedhah kuthaning pesthi”.
Tegese, manungsa mung bisa mbudi daya, dene pesthi
gumantung Kang Mahasuci. Pesthi iku sejatine tumuju
kabecikan. Ewadene ye ana sing ala, iku dumadi saka
wiradate manungsa.
Ngono iku wis didhadha dening wong Jawa. Buktine, para
luhur biyen mesthi nyasmitani, yen nulis (aksara) Jawa
kudu nggandhul garis tur ndhoyong nengen. Nggandhul
garis tegese mung cumadhong, pasrah sumarah. Ndhoyong
nengen ateges tumindak kang bener.
Yen anggone nulis aksara jejeg, dianggep ndhisiki
kersa (nggege mangsa). Karomaneh, panulise aksara
prayoga kandel-alus. Kandel-alus nuwuhake yen urip iku
owah gingsir, amrih pikoleh, tinemu harmoni.
Wong sing bisa ngerti marang ketangga ateges sumurup
marang jati dhirine. Dheweke wis sembada ngliwati
telung tataran urip. Sepisan, dadi “wong” (kang durung
pati gaduk ngelmu sepuh). Celathu lakune isih sok
ngumbar hawa, kaya kewan najan blegere wong. Iku figur
wong pengawak kewan. Ewasemono, isih ana ketangga kang
tumuju marang tobat. Isih ana sapletik batin, kepengin
ndandani urip, bali marang kabecikan. Suwalike, yen
anggone bali becik mau nganti kesuwen, ana sing sok
ngarani pawongan mau “wong-wongan”, dudu wong.
Yen ngene iki, ateges ketangga luwih menang amarah,
supiyah, lan aluamahe. Mutmainahe ketutup, wusana
uripe ora kajen.
Kapindho, dadi “manungsa” (wis ngerti udanegara).
“Manungsa” iku tataran madya. Keteging angga manungsa
luwih jumulur ing watak budi luhur. Dheweke gelem
njaga katentremen, dhemen tapa ngrame lan urip kanggo
sapadha-padha. Watak manungsa nduwe kamanungsan, bisa
ngrasakake lara yen dijiwit, krasa kepenak yen dialem
(dikudang). Mulane, urip dadi saya nggenah, ora
degsiya. Ketangga kang ngembangi uripe, bisa nyariing
bener-luput lan ala-becik. Wusana, uripe saya kepenak,
bisa karyanak tyasing sasama.
Katelu, dadi “jalma”. Jalma ana tatarane maneh, yaiku
jalma pinilih, jalma linuwih, lan jalma satriya
pinandhita. Ing tataran iki, katangga wis munjuk
dhuwur tekan urip sing nembang pangkur (mungkurake
donya). Urip kanggo makrifat. Sumangga, arep dadi
“wong”, “manungsa”, apa “jalma” -ngenut iline
ketangga.
Bumigeni.blogspot.com

untuknya


Badai di bUlan tiga lalu
Melelehkan lilin penerang jiwa
Berkedip antara nyala dan mati
Kini Q tersesat di belantara
Gerbang kegelapan. .

Anyir bebauan tetes darah kedukaan..
Oh Tuhan, , ,
Sebilah pedan9 menyisakan
Sayatan-sayatan sangat
mendalam. . .

Sampai tulang belulan9
Runtuh berserakan..
Tak kuat menahan
Sebilah pedan9 pembunuh
tulang-tulang, , ,

Mata rantai bertebaran
Lalu lalang menebar
Aroma amis ketiadaan

Adakah relawan
Ten9adahkan tan9an ketulusan
Menahan dukaQ
Yang tak berkesudahan..??

RASA HATI Q



kasih q…
kaulah cinta yg mngalir seiring nada rindu jiwa q……..
merengkuh q dalam bahagia…………
selalu dan selalu…
tanpa lelah kau hibur q dsaat sendu…..
hngga tercipta senyum d wajah q….
tp kini hnya tnggal bayangan mu yg membuat q kelu…

kau pergi mninggalkan q…
menyisakan tangis pilu yg mnyayat hati q…..

q hanya tertunduk lesu mnatap foto mu…

dan macih menangis….mngharap mu……….

Minggu, 27 November 2011

meaning of love in my heart and my life

love is when I am crying because of missed,.,.,.,.,.,.,.,.when I'm sad because your left,.,.,.,.,.,.,.,.,when he's forgotten me, I still care about him,.,.,.,.,when he was with the others I still had time to think about him,.,.,.,.,.,.,.,.,. and when she loves someone else,.,.,.,.,!!!!!!!!!!   I could only smile and say ....!!!   ~ "I AM HAPPY IF YOU HAPPY" ~  because love is not what is seen,.,.,.,.,.,but what is the sense,.,.,.,.,not what is in the can,.,.,.,.,but what was given,.,.,.,., not how melupakanya,.,.,.,.,.,   BUT,.,.,.,.,.,.,!!!!!   how far we can survive to see her with another,.,.,.,.,.,.,.,.,.,!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Minggu, 06 November 2011

love the tone under the strains of clove trees


on this sunny morning,.,.,.,.,.,.,
at a time when the sun smile upon the earth,.,.,.,.,
there I began to open my eyes,.,.,
with a smile that suggests I want to step into sight,.,.,.,.,.,
with swaying foliage that accompanies my every step,.,.,.,.,.,
with the strains of dry leaves the wind that blew,.,.,.,.,
there I found you,.,.,.,
who attend to bring a million dreams,.,.,.,.,
for navigating hard journey of love in this life,.,.,.,.,

I know love is beautiful,.,.,.,.,.
but love is a beautiful story but not real,.,.,.
which always accompanies in every dream in life,.,.,.,.,

so appreciate all the love that comes in real life not this,.,.,.,.,.,.,
do not waste him while he was still in our lives,.,.,.,.,.,
because love can be a doctor at a time when we are sick and need us,.,.,.,.
and love can be a sharp sword at a time when we menyepelekanya,.,.,.,.,.,.,.,.,.,

time and love is like a sharp sword in our lives,.,.,.,.,.,
always, accompanied at every blow our breath,.,.,.,.,
our lives how to use it,.,.,.,.,.,.,.,.,

then remember to use the time and love as possible as long as we are given a chance to enjoy it,.,.,.,.,.,.,.,!!!!!!!!!